TELIKSANDI
NEWS TICKER

Buzzer dan Influencer Jadi Pendukung Para Pengkhianat Pada Rakyat

Selasa, 25 Agustus 2020 | 1:52 am
Reporter:
Posted by: redaksi redaksi
Dibaca: 397

OPINI Jacob Ereste | Teliksandi.id Pekerjaan para buzzer atau pun influencer itu tidak gampang. Dia memerkukan cara dan terknik bekerja yang canggih, piawai, cepat dan cermat dengan pengetahuan serta wawasan yang luas.

Itulah yang sangat disayangkan, sosok seorang buzzer dan influencer yang sangat potensial itu dilacurkan hanya untuk mendapat duit dengan cara melakukan pemutar-balikan fakta dan data hingga bisa menyesatkan pembacanya. Begitu juga kemampuannya menjerumuskan pihak lawan. Atau penyesatan pemahaman pada suatu obyek tertentu untuk mendapat opini yang mendukung pendapat atau opini yang hendak dibangun, sehingga publik bisa berpaling dan memberi dukungan kepada apa saja yang hendak mereka peroleh atau memenangkan suatu tujuan yang hendak dicapai.

Karena itu upah atau nilai jasa yang harus dikeluarkan untuk buzzer atau pun influencer itu tidak murah.

Seperti bayaran untuk artis saja dalam satu sine pendek tak lebih dari dua menit saja nilai yang harus dibayar minimal dua kali nilai Upah Minimum Regional (UMR)/bagi buruh yang diterima dari hasil kerja sebulan penuh. Bahkan mungkin berikut jumlah upah kerja lembur selama sebulan juga.

Kalau saja cara kerja para buzzer atah influencer itu kurang piawai, maka hasilnya jadi norak. Hanya dengan sekilas dibaca orang sudah menebak apa maunya. Bahkan tidak sedikit yang “kamlungan” lagi hasil kerjanya. Dan biasanya untuk kualitas dari hasil kerja buzzer atau influencer seperti inilah yang sering membuat gaduh. Karena tak hanya norak, tapi juga fulgar mulai dari selera bahasa dan logikanya bercerita.

Jadi narasi dari pilihan bahasa ucapnya pun sudah bisa dijadikan ukuran untuk memahami kedangkalan dari daya nalarnya.

Celakanya, para pengguna atau penyewa buzzer fan influencer juga punya selera yang sama noraknya. Hingga kualitas tampilan yang terkesan biasanya ditandai oleh agresivitas menyerang, seakan-akan siapa saja yang ada dihadapanya harus dia lumat.

Seperti dalam pepatah Jawa; ngluruk tanpa bolo, menang ora ngasorake benar tak gampang diimplemebtasikan. Sebab dalam ucapan lisan atau tuljsan, jelas beda realitas dalam cara dan kemampuan mewujudkannya pada kehidupan nyata.

Artinya, pekerjaan seorang buzzer atau influencer itu akan dominan dipenuhi oleh sikap dan sifat tipu daya. Sebab apa yang dia ekspresikan dalam bentuk lisan (orasi atau pidato yang agitasi sifatnya) maupun dalam bentuk tulisan (apa saja bentuk dan jenis serta corak karyanya itu) bukanlah karya otentik yang berasal dari relung hati yang jujur. Karena semua yang muncul dan tampil dominan atas inisiatif akal dan pikiran yang birahi membayangkan segepok duit.

Dengan kata lain, kerja seorang buzzer atau influencer itu yang diwujudkan dalam bentuk apapun, tidak lahir dari kedalaman hati yang murni. Tapi dari pemikiran dan kreasi akal semata yang orientasinya untuk mendapat segepok duit.

Atas cara berpiki rendah bersikap seperti itu maka sejumlah artis gampang tergelincir atau bahkan terjebak pada cara kerja buzzer dan influencer yang memang semata-mata orientasinya mencari duit. Tentu dan pasti berbeda dengan mereka yang bekerja karena panggilan hati atau rasa tanggung jawab sosial seperti aktivis dan pejuang sejati yang diam-diam telah newajafkan dirinya untuk rakyat yang tertindas dan mereka yang dimiskinkan maupun mereka yang juga dizolimi oleh rezim penguasa sekalipun.

Maka itu betapa besarnya dosa mereka yang ikut nenjebak rakyat atau buruh dalam bentuk hukum dan perundang-undangan yang justru tidak hendak mau mensejahterakan kehidupan buruh atau rakyat seperti yang diamanatkan oleh konstitusi kuta, UUD 1945 yang asli. Dan buzzer serta influencer itu juga sungguh seperti makhluk asing jika mau ditilik dari perspektif Pancasila dan UUD 1945. Karena kedua makhluk itu bawaan dari neolib sebagai anak turunan dari kapitalisme yang telah menjadi bagian dari sosok penjajahan pada bangsa dan negara kita.

Dari perenungan 75 tahun lintasan kemerdekaan bangsa dan negara UMR diproklamasikan, kesedihan yang tak tertahan pun mengucurkan air mata. Begitulah sanepo seorang. kawan penyair,, Ibu Pertiwi kita Terus Menangis sampai hari ini. (*)

Penulis       : Jacob Ereste
Publisher   : Selamet.H

Share this:

[addtoany]

Berita Lainnya

AWPI PERS GUARD - TELIKSANDI.ID