Jakarta, TelikSandi.ID – Sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) menarik diri dari unjuk rasa yang mengangkat isu korupsi di Kabupaten Pemalang. Mereka menilai gerakan tersebut telah bergeser ke ranah politik yang dimanfaatkan untuk kepentingan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 mendatang.
“Kami menilai bahwa gerakan yang pernah kami lakukan ternyata dimanfaatkan untuk kepentingan lain serta sudah bergeser pada kepentingan politik praktis akibat penumpang gelap yang memanfaatkan gerakan kami. Oleh karena itu pimpinan pusat GPI dan Gemura memerintahkan kami selaku pengurus wilayah untuk tarik diri dari isu tersebut,” kata Ketua Brigade GPI Wilayah DKI, Irawan dalam siaran persnya, Sabtu (21/12/2019).
Gerakan Pemuda Islam (GPI) bersama Gerakan Muda Nurani Rakyat (Gemura), Pertahanan Ideologi Sarekat Islam (Perisai), dan Aliansi Solidaritas Aktivis (ASA), Jumat (20/12/2019), menggelar konferensi pers di Rumah Kebangsaan HOS Tjokroaminoto untuk meluruskan aksi unjuk rasa di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), beberapa waktu lalu.
“Kami dari ASA dan PERISAI merupakan pencetus awal logo dan komunitas GEMPAR. Namun kami sangat menyesalkan gerakan aksi yang dilakukan terkait kabupaten pemalang sudah bergeser pada kepentingan politik praktis dengan tujuan memberikan citra negatif kepada pemerintah kabupaten pemalang demi kepentingan pilkada 2020,” timpal Sekjen Perisai Jojo.
Dia menegaskan bahwa gerakan demonstrasi beberapa waktu lalu tidak serta merta merepresentasikan seluruh mahasiswa Pemalang yang ada di Jakarta. Jojo meyakini bahwa mahasiswa asal Pemalang adalah orang cerdas dan mempunyai idealisme yang akan terus di junjung tinggi tanpa terpengaruh oleh kepentingan politik praktis.
“Karena itu saya yakin gelombang demonstrasi terkait isu korupsi di pemalang hanya merupakan gerakan segelintir mahasiswa yang memiliki kepentingan saja,” ujarnya.
Sekjen PP GPI, Diko Nugraha menambahkan, aksi demonstrasi terkait Kabupaten Pemalang bukan merupakan keputusan pimpinan pusat. Selain itu, gerakan tersebut juga tidak serta merta dilengkapi data otentik dan spesifik.
“Sehingga pimpinan pusat GPI memerintahkan pengurus wilayah untuk tarik diri dari isu tersebut,” katanya.
Senada juga disampaikan Ketua Pimpinan Pusat Gemura, Satria. Menurutnya, demo yang mengangkat isu korupsi di Kabupaten Pemalang oleh pengurus GEMURA Wilayah DKI Jakarta, bukan representasi keputusan pimpinan pusat organisasinya. GEMURA tetap menjunjung tinggi upaya pemberantasan korupsi tapu dengan penyajian data yang otentik, spesifik, dan akurat.
“Bahwasannya kami dari ASA , PERISAI, GPI, GEMURA dan semua pengurus organisasi senantiasa mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi berdasarkan data otentik, spesifik dan akurat. Kami selalu memandang objektif, rasional dan kritis tertait permasalahan isu korupsi yang ada di Kabupaten Pemalang,” kata Satria.
Sebelumnya, kecurigaan ditungganginya kepentingan politik dalam aksi demo di gedung KPK Jakarta sempat viral di media sosial. Direktur Pusat Informasi dan Kajian Kebijakan Publik (Puskapik) Heru Kundhimiarso menilai, aksi yang dilakukan oleh kelompok yang mengatasnamakan Gerakan Masyarakat Pemalang Raya (Gempar) cuma dagelan politik menjelang Pilkada Pemalang 2020.
Menurut Kundhi, aksi demo yang dilakukan bahkan bukan dilakukan oleh warga Pemalang. “Demo pesanan, massa yang ikut aksi juga massa yang dibayar dan tidak tau apa-apa,” ungkapnya.
Puskapik imbuh Kundhi, mendukung upaya pemberantasan dan pengungkapan kasus-kasus korupsi di Pemalang. Namun semua harus dilakukan dengan azas praduga tak bersalah dan yang paling penting dengan data dan fakta. “Soal korupsi itu tidak bisa sembarangan, harus bisa membuktikan data dan fakta, jangan hanya bermain opini. Korupsi memang harus diberantas, kami mendukung penuh. Tapi jika ditemukan aksi itu ternyata dagelan politik menjelang Pilkada, yang jadi korban bukan cuma yabg dituduh korupsi, tapi juga rakyat yang sudah menerima informasi yang tidak benar,” imbuhnya.
Menyikapi soal ini, Ia menghimbau masyarakat untuk lebih bijak dan cerdas dalam menyikapinya. Sehingga, tidak ikut terbawa informasi yang belum tentu kebenarannya. “Semoga masyarakat akan bisa menilai nantinya, mana yabg benar dan mana yang tidak benar untuk kemudian bijak dalam menyikapinya,” pungkasnya. (Joko Lengkoyang)