Oleh Ahmad Razak Dosen psikologi UNM KETUA UMUM ASOSIIASI PSIKOLOGI ISLAM SUL SEL
SUL–LEL–TELIKSANDI.ID–Setelah kurang lebih tiga bulan hidup dalam ancaman virus Corona, masyarakat seolah berada pada titik jenuh. Jumlah pasien positif yang setiap hari semakin bertambah nampaknya tidak sebanding dengan perhatian masyarakat untuk memerangi pandemi ini. Provinsi Sulawesi Selatan saat ini berada di urutan ke-empat seluruh Indonesia dengan jumlah pasien positif terbanyak dengan kasus mencapai 917 pada 16 Mei 2020.
Penerapan aturan physical distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah di Indonesia termasuk Makassar semakin memperparah tingkat kejenuhan tersebut.
Hal ini salah satunya disebabkan oleh faktor budaya masyarakat komunal yang sangat kental dengan silaturahmi dan “kumpul-kumpul’ yang saat ini harus dihindari sama sekali karena wabah Corona yang melanda. Masyarakat seolah dipaksa meninggalkan jati dirinya sebagai masyarakat timur yang senantiasa bersosialisasi dalam kelompok.
Masyarakat lelah berada dalam perasaan takut dan terancam. Puncaknya, ketika pemerintah membuka kembali jalur penerbangan yang sebenarnya hanya di khususkan untuk perjalanan dinas dan bisnis yang sifatnya urgen, masyarakat berbondong-bondong memanfaatkan kesempatan tersebut untuk pulang ke kampung halaman. Banyak diantara mereka bahkan memalsukan dokumen keterangan berbadan sehat dan bebas covid 19.
Penerapan PSBB selama kurang lebih 23 hari di Makassar akhirnya mulai menunjukkan aktivitas masyarakat kembali ramai. Jalan-jalan mulai dipadati arus lalulintas serta beberapa pusat perbelanjaan, seperti Pasar Butung, kembali beroperasi. Pasar tradisional pun nampaknya tetap ramai khususnya pada sore hari, seperti tidak ada perbedaan pada saat belum menerapkan PSBB.
Namun sayangnya, ratusan pengunjung yang tumpah ruah di pusat perbelanjaan tersebut tidak lagi menerapkan aturan physical distancing. Himbauan dari pemerintah seolah tidak diindahkan. Ditambah lagi ada kecenderungan masyarakat untuk melakukan cherry picking yaitu menolak informasi serta fakta-fakta terkait COVID-19 dan hanya memilih informasi yang mendukung argumen mereka. Anggapan bahwa “COVID-19 hanya hoaks dan konspirasi belaka” pun semakin menjadi. Masyarakat hanya menyajikan data-data yang mendukung argumen tersebut dan mengabaikan fakta-fakta penting di lapangan. Hal ini jika tidak diantisipasi, akan berdampak pada peningkatan signifikan jumlah kasus baru yang terinfeksi COVID-19 di wilayah Makassar.
Menanggapi hal tersebut, pihak kepolisian sebagai garda terdepan yang menjamin suksesnya penanggulngan covid 19 dan pelaksanaan PSBB dikota Makassar, tidak tinggal diam. Komunikasi terbuka dan tindakan persuasive terus dilakukan. Komunikasi kreatif pun turut digalakan. Salah satu cara kreatif yang dilakukan oleh pihak kepolisian adalah sosialisasi oleh polres pelabuhan Makassar kepada masyarakat dngan mengenakan baju bodo dan dengan diselingi bahasa daerah. Tindakan ini sukses menerjemahkan informasi rumit terkait covid 19 kedalam bahasa sderhana yang bisa diterima dan dipahami oleh masyarakat.
Cara unik lainnya juga dilakukan oleh satuan polrestabes Makassar untuk membubarkan kerumunan warga yang melakukan kegiatan ngabuburit. Dengan berpakaian hazmat dan ber APD lengkap, mereka mendekati kerumunan massa tersebut seolah-olah ingin menjemput pasien covid 19. Tindakan ini sukses membubarkan kerumunan seketika. Cara-cara kreatif ini adalah sisi humanis pihak kepolisian dalam menangani penyebaran covid 19. Pihak kepolisian yang selama ini dikenal tegas ternyata bisa menampilkan sisi humanisnya dan berhasil menyentuh psikologis masyarakat. Sebagai salah satu garda terpenting penanggulangan COVID-19, Polri termasuk POLDA SULSEL dan jajarannya dituntut untuk bekerja lebih esktra dan sabar. Tugas Polri yang selama ini lebih dititik beratkan pada kemanan dan penindakan pelanggaran, kini harus berfokus pada ketertiban dan penjaminan kesuksesan pencegahan penularan COVID-19 dan pelaksanaan PSBB. Tindakan tegas juga harus dibarengi dengan kemampuan komunikasi persuasif yang mempuni. Kondisi psikologis masyarakat yang saat ini cenderung tidak stabil akhirnya mendorong Polisi untuk mengupayakan cara-cara kreatif dan persuasif untuk lebih menarik simpati publik. Pada unggahan di media sosial instagram, terlihat Polisi di suatu daerah mengajak warga untuk tetap tertib dan melaksanakan protokol kesehatan ketika berada di luar rumah dengan kalimat yang terkesan lucu. “Untuk para ibu-ibu, wabah Corona ini jauh lebih berbahaya dibanding para pelakor yang berkeliaran.
Untuk para muda-mudi, wabah Corona ini lebih berbahaya dari pada kamu pacaran tapi dia nikah dengan orang lain”. Hal ini tentu menarik perhatian warga sekitar dan mampu mengurangi kejenuhan masyarakat. Sekali lagi korps berseragam cokelat ini membuktikan dirinya bahwa mereka tidak hanya garang di medan laga tetapi juga bisa humanis dan mengayomi di semua lapisan masyarakat.(*)****