Labusel | TELIKSANDI.id – Terdapat dugaan serius terhadap sejumlah pejabat di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PU-TR) Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang diduga melakukan rekayasa dalam realisasi proyek. Para , Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), pengawas, dan Panitia Hasil Pekerjaan (PHO), dituduh telah memanipulasi dokumen proyek untuk memungkinkan pencairan dana proyek dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2023.
Dari hasil investigasi yang dilakukan oleh beberapa awak media, di dusun titi panjang Desa Bunut kecamatan torgamba Labusel 20 juni 2024, terungkap bahwa beberapa proyek yang seharusnya selesai paling lambat pada tanggal 31 Desember 2023 masih belum terselesaikan hingga akhir tahun tersebut. Meskipun begitu, seluruh dana untuk proyek-proyek tersebut telah dibayarkan secara penuh.
Beberapa proyek yang masih dalam tahap pengerjaan di awal tahun 2024 antara lain pembangunan paret beton, pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), jembatan rambin, dan sejumlah proyek pengaspalan.
Informasi ini terungkap setelah seorang jurnalis bersama dengan pimpinan media daring mengkonfirmasi hal ini kepada Sagiono, bendahara Dinas PU-TR, di ruang kerja nya di lingkungan kantor Bupati di Sosopan pada bulan Mei 2024.
Sagiono menjelaskan bahwa proses pencairan dana proyek tidak dapat dilakukan tanpa persetujuan dari PPK. “Permohonan pencairan dari rekanan harus disertai dengan pernyataan bahwa proyek telah selesai, yang sesuai dengan dokumen yang ditandatangani oleh PPK, pengawas, dan PHO sebagai penerima hasil pekerjaan. setelah itu, kami mengeluarkan Surat Perintah Membayar (SPM) untuk Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D),” jelasnya.
Candra Siregar,SH, Ketua Ikatan Wartawan Online,( IWO) Labusel, menanggapi hal ini dengan menyayangkan tindakan tersebut.
“Kami sangat menyesalkan tindakan PPK dan stafnya. Jika proyek belum selesai sepenuhnya, seharusnya pembayaran tidak dilakukan secara penuh. Sesuai dengan Standard Operasional Prosedure (SOP), jika pekerjaan belum selesai sesuai kontrak, harus dilakukan Adendum. Namun, yang perlu dipertanyakan adalah mengapa pekerjaan tersebut belum rampung meskipun konsultan telah memperkirakan waktu pengerjaannya.”
“Saat pekerjaan tidak selesai karena kesengajaan atau kelalaian, hal ini harus dilaporkan ke Inspektorat atau bahkan Aparat Penegak Hukum (APH), agar rekanan bertanggung jawab atas pekerjaannya dan alasan keterlambatan proyek tersebut. Denda atas keterlambatan sebesar 1/1.000 dari nilai kontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 79 ayat 4 Perpres 16 Tahun 2018, yang telah diubah dengan Perpres 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa,” tambahnya.
Kasus ini telah menarik perhatian publik dan memunculkan kekhawatiran mengenai integritas serta profesionalisme para pejabat yang terlibat dalam pengelolaan dana publik. Masyarakat berharap ada langkah tegas dari pihak berwenang untuk menindaklanjuti dugaan kecurangan ini.(Red/MW)