Karanganyar | Teliksandi.id – Penasehat hukum M. Kalono mengatakan dalam coferensi pers bahwa kepala desa dan perangkat desa Gedongan, Colomadu, Karanganyar, dalam jabatannya mendapatkan tanah yang diterima untuk diusahakan dalam kaitannya yg dipegang yg sering disebut tanah jabatan atas tanah lungguh atau tanah bengkok.
“Tanah tersebut tidak boleh dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain kecuali diperlakukan untuk kepentingan umum, demikian pula tidak dapat dimiliki kepala desa dikarenakan tanah bengkok merupakan salah satu tanah desa yakni adalah barang milik desa berupa tanah bengkok, kuburan dan titisara,” demikian Kalono mengatasi persoalan Black Arion yang kini digunakan sebagai cafe penjualan miras.
Kalono mengatakan dalam pengelolaan tanah bengkok yang terletak di Jl.Adi Sumarmo, Gedongan, Colomadu, Karanganyar terkait jenis usaha perijinan pemerintah Desa Gedongan tidak memiliki kewenangan dan tidak pernah mengeluarkan peijinan usaha ditanah bengkok yang di sewakan, ijin usaha di tanah bengkok diurus sendiri oleh penyewa sesuai peraturan yang berlaku saat ini, dimana pemerintah desa sudah tidak dilibatkan sama sekali oleh undang-undang.
BACA JUGA: Black Arion Gedongan Colomadu Ditutup Paksa Pemkab Karanganyar, Pengelola Tuntut Keadilan
“Pemerintah desa Gedongan tetap bersama rakyat Gedongan berkomitmen dan mendukung keputusan yang dihasilkan dalam musyawarah desa Gedongan tanggal 23 Juni 2022 terkait pemanfaatan tanah Bengkok dan Kas Desa Gedongan, dimana dalam salah satu keputusan nya pemanfaatan tanah bengkok dan Kas desa Gedongan Hak Pakai no 062, luas 2.877 m2 jenis kegiatan usaha kafe miras/Black Arion Tidak Diperbolehkan.””jelasnya.
Dijelaskan Kalono beredarnya foto klien kami Tri Wiyono, selaku Kepala Desa Gedongan, Colomadu, Karangnyar disertai tulisan WANTED DICARI WARGA dan LASKAR, PE menggambarkan klien kami sebagai pelaku kejahatan yang lari dari tanggungjawab dan sedang kami cari, akibat beredarnya foto PE tersebut berakibat klien kami dan keluarganya dan rakyat Gedongan merasa di adu domba dan tercederai kehormatannya.
Oleh karenanya jika dalam waktu tersebut pengunggah pertama dan pembuatnya tidak datang kami menilai tidak memiliki etikat baik maka sangat terpaksa kami akan mengambil langkah ultimatum remedium (sanksi pamungkas) yakni menempuh jalur hukum pidana dan memiskinkannya melalui jalur hukum perdata, Semoga langkah ini menjadi pembelajaran agar setiap orang tidka menyebar kebencian dan menghargai kehormatan orang lain. Pungkasnya. (Red/Uci)