SUMBAWA | Teliksandi.id – Dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional (HTN) tanggal 24 September 2020 DPC GMNI kabupaten Sumbawa melakukan aksi bersama Solidaritas Perempuan (SP). Titik lokasi kumpulnya massa aksi di Lapangan Pahlawan pada pukul 08.00 Wita yang kemudian berangkat dan di kawal oleh aparat Lantas Polres Sumbawa menuju lingkaran Jam Gadang untuk menyampaikan beberapa orasi politik serta membagikan ribuan selebaran terkait tuntutan massa aksi. Kamis. (24/9/2020)
Setelah itu massa aksi menuju ke kantor Bupati Sumbawa, setiba di depan kantor Bupati Sumbawa massa aksi menyampaikan orasinya terkait kondisi saat ini, ancaman yang lebih besar tepat dalam peringatan 60 Tahun Kelahiran Undang-Undang Poko Agraria (UUPA 1960). Pemerintah sedang mendorong pengesahan Omnibus Law ditingkatan nasional secara masif. Disisi lain pula massa aksi menuturkan kondisi Daerah Sumbawa saat ini yang dimana merupakan sebagai Daerah Agraris tetapi masih saja ada berbagai kasus konflik agraria yang terjadi, salah satunya upaya aparat penegak hukum mengkriminalisasikan petani yang hendak mencari makan dan menghidupi keluarga dengan cara bertani. Yang merupakan salahsatu contoh korban kriminalisasi tersebut ialah bapak JT dari wilayah Burumore, Desa Banda, Kecamatan Tarano, Kabupaten Sumbawa. (Kronologis terpisah).
Padahal seringkali Sumbawa dikatakan sebagai lumbung pangan, akan tetapi melihat secara realitas justru nihil dengan apa yang terjadi pada aspek kesejahteraan petaninya. Hal tersebut diungkapkan bisa saja akibat target pemerintah yang tidak didasari sedikitpun oleh konsepsi-konsepsi yang berbasis intelektual dan kebijakan yang matang dalam melahirkan jargon 1 juta ton jagung. Yang sudah mengakibatkan ribuan hektar hutan kita tergerus karena semakin masifnya implementasi terhadap program 1 ton jagung tersebut. Akan tetapi Pemda masih abai soal pengontrolan serta pengawasan baik bicara tentang harga maupun bicara terkait lahan garapan yang bisa saja sewaktu-waktu merugikan para petani kita.
Inilah yang kemudian lebih aktif untuk di kempanyekan, semua soal-soal tersebut bisa terjadi dikarenakan memang tidak ada upaya serius dari Pemerintah Daerah untuk turun tangan dalam melakukan pengawasan serta peninjauan lapangan/lokasi, guna memastikan kestabilan harga pasar baik pada saat pra maupun pasca panen.
Kemudian setelah penyampaian kajian-kajiannya. Di sambung orasi dari berbagai delegesi yang disodorkan oleh korlap aksi, salah satu tuntutan aspirasinya ialah massa aksi mendesak agar Bupati dan Wakil bupati senantiasa bermurah hati menemui massa aksi. Namun jauh berbanding terbalik dengan apa yang mereka harapkan. Sehingga massa aksi sangat kecewa, ketika tiba-tiba Sekretaris Daerah yang hadir menemui massa aksi yang menurut mereka kehadiran sekda sebagai perwakilan Bupati dan wakil Bupati Sumbawa tidak ada sedikitpun relevansinya dengan kapasitas issue yang kami bawa. Kendati demikian, Sekdapun justru tidak lama kembali lagi memasuki ruangan dan meninggalkan massa aksi.
Hal tersebut membuat situasi mulai tidak kondusif, di tambah lagi ada dorongan dari aparat Pol PP dan aparat Kepolisian satuan Kapolres Sumbawa ketika massa aksi sedang berorasi. Sehingga memicu konflik dan akhirnya terjadilah ceos.
Aksi pemukulan dari aparat kepolisian satuan Kapolres Sumbawa yang diduga dari belakang barisan massa aksi. Tindakan tersebut adalah tindakan represif seorang aparat yang tidak diperbolehkan oleh konstitusi kita, hal demikian yang dilakukan terhadap kader-kader DPC GMNI. Sehingga beberapa kader dan massa aksi mengalami benjolan-benjolan dan luka dalam di bagian perut. Dan beberapa kader GMNI Sumbawa menjadi korban pemukulan oleh oknum kepolisian satuan Kapolres Sumbawa antara lain; Bung Dendy Muhazan (Ketua DPC GMNI Sumbawa), Bung Yusril (Korlap Aksi), Bung Hamran (Kordum Aksi), Bung Rahul Gunawan (Kader), bung Nindy Elma Sanjaya (Kader), Bung Reza (Kader), Bung Buyung (Kader), Bung Bohri dan Bung Iksan (Kader).
Oleh sebab itu, berangkat dari rangkaian kronologis kejadian di atas. Kami dari LBH Keadilan Samawa Rea berpendapat bahwa; Apa yang dilakukan dan atau diperbuat oleh aparat penegak hukum atas dasar kesengajaan ataupun bahkan kelalaian dalam melaksanakan surat tugas/perintah untuk melakukan pengawalan terhadap massa aksi yang tertanggal 24 September 2020 tepatnya siang tadi, oknum aparat tersebut telah menghilangkan salah satu “hak asasi manusia” menyampaikan pendapat dimuka umum dalam memperingati Hari Tani Nasional.
Sekali lagi kami tegaskan bahwa sebagai polisi yang bertugas sebagai pengaman serta aparat penegak hukum yang seharusnya dicontohi sikap tauladan dan kewibawaannya oleh seluruh masyarakat kabupaten Sumbawa khususunya, harus patuh dan tunduk terhadap perintah. Akan tetapi semua ini jauh dari istilah semangat hukum (Spirit Off Law) aparat penegak hukumnya yang melanggar hukum. Sehingga kami berpendapat perbuatannya merupakan tindakan dan sikap yang sangat memalukan bagi dirinya sendiri maupun bagi institusi tempat mereka bekerja.
Dan kami pula menduga tindakan-tindakan represif yang memalukan ini tidak saja dilakukan oleh oknum kepolisian Kapolres Sumbawa, akan tetapi ada aktor besar dibalik ini semua. Sekali lagi tindakan anarkistis aparat tersebut terhadap Kader-Kader DPC GMNI Sumbawa dan seluruh massa aksi yang tergabung, secara tegas kami kemukakan bahwa mereka telah menciderai dan menelanjangi Marwah institusi Kepolisian negara Republik Indonesia serta batang tubuh konstitusi kita UUD 1945. Polisi yang katanya Melindungi, Mengayomi, dan Melayani masyarakat ternyata sebaliknya.
Selain daripada sikap di atas, kami dari LBH Keadilan Samawa Rea tidak hanya berbicara secara normatif saja, namun juga melihat dari sisi Humanitariannya. Kemerosotan Nilai-nilai kemanusiaan yang sedang dipertontonkan oleh aparat kepolisian aktif yang anarkistis itu, semakin meyakinkan rakyat kalau hukum serta kaki tangan negara hanya menjadi sebagai instrumen politik dan kepentingan kekuasaan semata.
Oleh karena itu kami dari tim LBH Keadilan Samawa Rea menyatakan sikap
#MenolakKeberadaanAparatRepresifDiSumbawa dan menyampaikan tuntutan sebagai berikut;
1. Menuntut secara kelembagaan agar mereka mendapatkan sanksi seberat-beratnya. Dan mendukung kawan-kawan GMNI Sumbawa sepenuhnya, untuk dapat kiranya seluruh oknum aparat kepolisian tersebut yang tergabung dalam satuan Kapolres Sumbawa, agar dapat diproses seadil-adilnya atas tindakan yang telah mereka lakukan terhadap massa aksi HTN dan kader-kader GMNI.
2. Meminta kepada Kapolres Sumbawa untuk mencopot jabatan para oknum aparat yang telah melakukan tindakan represif terhadap Kader-Kader DPC GMNI Sumbawa serta massa aksi HTN
3. Meminta kepada Kapolres Sumbawa untuk mengeluarkan perintah terhadap beberapa oknum aparat kepolisian satuan Kapolres Sumbawa, untuk meminta maaf secara terbuka dihadapan umum kepada seluruh Kader-Kader DPC GMNI Sumbawa dan seluruh massa aksi yang tergabung dalam HTN.
4. Meminta kepada Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk melakukan pencopotan jabatan atau setidaknya pemindahan kekuasaan apabila; Kapolres Sumbawa tidak merespon atau merealisasikan 3 tuntutan kami yang pertama di atas. Karena apabila tuntutan kami tidak direspon ataupun direalisasikan oleh Kapolres Sumbawa dengan tempo yang sesingkat-singkatnya dari terbitnya pernyataan sikap kami, maka sepatutnya kami indikasikan bahwa mungkin dalam internal Kapolres Sumbawa saat ini sedang dan atau telah melakukan konspirasi serta siasat buruk guna dapat melumpuhkan gerakan-gerakan mahasiswa dan rakyat dalam menentang kekuasaan yang sah di Sumbawa hari ini.
Demikian kami sampaikan pernyataan sikap dan tuntutan kami.
Merdeka! Merdeka! Merdeka!
Demi bangsa dan tanah air. Sumbawa Bebas dari aparat represif. Rakyat menyediakan protokol untuk aparat represif. (*)