Diperlukan Peran Menko PMK Republik Indonesia, Untuk Ikut Serta Memutus Mata Rantai Pelanggran Hak Anak
Jakarta, TelikSandi.ID – Segala bentuk eksploitasi untuk tujuan seksual komersial dan ekonomi, pengabaian, pemisahan dan penelantaraan anak, penganiayaan dan kekerasan baik seksual dan ekonomi, perdagangan dan penjualan anak, serta diskriminasi yang terjadi di tahun 2019, diprediksi ditahun 2020 masih menjadi masalah dan mengancam kehidupan anak-anak di Indonesia.
Demikian juga penanaman paham radikalisme, ujaran kebencian, intoleransi, persekusi dan kekerasan terhadap anak secara politis juga masih akan terus dipaparkan dalam kehidupan anak-anak.
Oleh sebab itu, bagi anak yang terpapar paham radikalisme dan ujaran kebencian dari lingkungan sosialnya diperlukan sebuah gerakan deradikalisasi anak dengan membangun gerakan kebersamaan, menghargai keberagaman dan kebinekaan sesama anak, toleransi dan cinta tanah air menuju anak Indonesia yang unggul dan berkarakter.
Sementara itu, di dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan dilakukan di pertengahan tahun 2020, untuk kepentingan politik orang dewasa tersebut keberadaan anak-anak juga diduga tidak akan terlepas dari praktek eksploitasi (pemanfaatan) kepentingan politik orang dewasa.
Situasi lain yang juga memprihatinkan adalah dengan maraknya peredaran narkoba di Indonesia yang terjadi akhir-akhir ini, mengakibatkan banyak anak-anak saat ini dijebak dan berada dalam dilingkaran bahaya narkoba.
Di sejumlah daerah juga dilaporkan bahwa ada banyak anak-anak di Indonesia juga terpapar dengan HIV/AID dalam lingkungan sosialnya, ada banyak juga anak-anak saat ini kecanduan gaway dan game online yang berdampak mengancam kesehatan mental dan jiwa anak. Ada banyak anak usia dibawa lima tahun di Indonesia tergantung dengan gaget dan berdampak menjadikan anak anti sosial, kerusakan mata dan radang otak dan melakukan percobaan bunuh diri.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal KOMNAS Perlindungan Anak Dhanang Sasongko didalam rilis refleksi dan catatan akhir tahun KOMNAS Perlindungan Anak, menyampaikan laporannya dari 2.729 kasus pelanggaran terhadap anak yang dilaporkan di tahun 2019, 52% masih didominasi kasus kejahatan seksual dan predator atau monsternya kejahatan itu adalah orang terdekat.
Ayah, baik ayah biologis dan non biologis, abang, paman, dan kerabat terdekat keluarga yang sesungguhnya menjadi garda terdepan untuk melindungi anak justru menjadi pelaku utama dalam menghancurkan masa depan anak.
Lebih lanjut Dhanang Sasongko menjelaskan bahwa lingkungan sosial anak, rumah dan sekolah juga tidak lagi steril dan atau jauh dari berbagai bentuk kekerasan. Rumah, sekolah dan lingkungan sosial anak tidak lagi nyaman, ramah nahkan bersahabat.
Sementara penegakan hukum untuk kasus kekerasan seksual masih sangat lemah. Ada banyak kasus kejahatan seksual berhenti dan tidak diteruskan perkaranya hanya karena tidak ditemukan bukti dan saksi. Sementara kasus kejahatan seksual adalah kasus pidana tersembunyi yang sulit mendapatkan saksi yang melihat.
Aris Merdeka Sirait lebih jauh menjelaskan prediksinya, yang cukup mengkhawatirkan, dari sejumlah kasus kejahatan seksual terhadap anak di berbagai daerah di tahun 2020 masih akan terus terjadi. Bahkan modusnya akan semakin menjadi-jadi jika tidak diantisipasi dengan baik. Artinya kecenderungan anak menjadi pelaku, dan korban akan terus meningkat.
Sejumlah kasus kejahatan seksual yang dilakukan anak dengan cara bergerombol diprediksi masih akan terjadi. Baik anak sebagai korban maupun pelaku. Usia pelaku dan korban pun akan semakin mudah.
Dari catatan dan refleksi akhir tahun itu, ditemukan ada anak usia dibawah 12 tahun bahkan lebih muda lagi menjadi pelaku baik dilakukan secara bersama anak maupun sendiri-sendiri bahkan bersama orang dewasa.
Keadaan inilah yang diprediksi di tahun 2020 juga akan menjadi ancaman masa depan anak-anak. Oleh sebab itu, adalah kewajiban dan tanggungjawab sosial kita menyelamatkan anak dari lingkaran kejahatan, kekerasan dan perlakuan salah lainnya yang mengancam kehidupan anak-anak di Indonesia, demikian disampaikan Aris Merdeka Sirait Ketua Umum KOMNAS Perlindungan Anak melalui rilis Refleksi Akhir tahun 2019 di markas Komnas Anak Selasa.
Untuk memutus mata rantai pelanggaran hak anak masalah-masalah yang diprediksi akan tedjadi di tahun 2020 di Indonesia, sudah saatnya pemerintah dan masyarakat bergandeng tangan untuk bersama-sama membangun Gerakan Aksi Nasional Perlindungan Anak (GNPA) berbasis masyarakat atau kampung yang diitegrasikan dengan program desa.
Disamping GNPA berbasis kampung itu, lima program prioritas pemerintah yang melekat dalam program Kementetian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Kementerian Sosial selama 5 tahun ke depan, sangatlah diperlukan kerjasama sistimatis membangun komitmen program prioritas tersebut yang diitegradikab dengan program antar kementerian dan lembaga, sehingga dalam aksi nasional memutus mata rantai pelanggaran hak anak di tahun 2020 dapat dilakukan secara sistematis, terukur dan berkesinambungan.
Sudah saatnya pula menjauhkan ego sektoral dan dikotomi mana program yang dilakukan pemerintah dan apa yang dilakukan masyarakat.
Untuk itulah diperlukan peran penting Menko PMK Republik Indonesia sebagai leading sektor kordinasi antar kementerian dan lembaga terhadap gerakan nasional perlindungan anak berbasis kampung itu.
Dengan demikian, untuk terealisasinya gerakan aksi nasional ini, sesuai dengan hak konstitusi anak dan INPRES Nomor 01 Tahun 2014 yang mengatur tentang Gerak Nasional Menentang Kejahatan terhadap anak, pemerintah diberbagai daerah harus menggerakkan peran serta masyarakat diberbagai sektor dan profesi untuk ikut serta memutus mata rantai Pelanggran Hak Anak di Indonesia.
#KOMNAS PERLINDUNGAAN ANAK INDONESIA SELALU ADA UNTUK ANAK INDONESIA