Nasional | Teliksandi.id – Hal tersebut di ungkapkan oleh Agus Yusuf Ahmadi, S.Ud., M.H., C.Me. Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) SAPU JAGAD dalam agenda Konsolidasi dan Silaturohmi Organisasi sekaligus peresmian Kantor Sekretariat Dewan Pimpinan Daerah (DPD) SAPU JAGAD Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Sebelum kita buka forum ini kita ingat dulu amanah undang undang dasar Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
Agus Yusuf dalam penjelasanya saat sambutan memaparkan materi diskusi mengungkapkan, “Negara Memfasilitasi Kolonialisme dan Imperialisme Gaya Baru Atas Nama Investasi di Pulau Rempang, Apa bedanya dengan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) kongsi dagang di era kolonialisme yang menguasai Nusantara pada abad ke 17 berkedok perdagangan dan investasi yang berujung kepada penjajahan, menindas, menggusur rakyat dan penjajahan itu ada demi kepentingan kapitalis” Ungkap Bung Yusuf saat memberikan materi nasionalisme dan kebangsaan. (10/09)
Yusuf juga memaparkan, Terkait permasalahan yang terjadi dalam sengketa lahan di pulau Rempang antara investor dengan masyarakat adat ulayat penduduk asli yang menempati Pulau Rembang sejak ratusan tahun yang lalu menjadi problematika serius. Maka, negara harus jelas; untuk kepentingan siapa negara dan pemerintah itu hadir, untuk kepentingan apa negara itu ada dan berdiri, semata-mata untuk kepentingan rakyat Indonesia.
Maka seharusnya negara hadir di posisi membela rakyat bukan menggusur, menekan, ataupun menggunakan alasan peraturan dan perundang-undangan untuk menjadi kolonialisme baru menindas dan menjajah rakyat Indonesia sendiri.
“Pulau-Pulau di Indonesia sudah menjadi bahan dagangan konglomerasi pasar bebas dunia, di lelang dan di gadaikan tanah air Indonesia dengan harga murah atas nama investasi, sudah banyak yang di eksplorasi dan di eksploitasi kekayaan negeri ini, rakyat Indonesia akan terusir dari negeri sendiri dan Genosida sistematis sudah nyata terjadi” Tegasnya.
Peristiwa ini dimulai dari protes relokasi masyarakat adat ulayat penduduk asli di Pulau Rempang, Galang, dan Galang Baru, dimana penindasan dan penggusuran demi kepentingan neo kolonialisme dan neo imperialime dalam bingkai pengembangan investasi Pulau Rempang untuk dijadikan kawasan industri, perdagangan, dan wisata yang terintegrasi.
PT Makmur Elok Graha (MEG) sebagai pelaksana proyek dengan target bisa menarik investasi dengan lahan 7.572 hektare atau 45,89 persen total luas Pulau Rempang seluas 16.500 hektare.
“warga di Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru yang diperkirakan antara 7.000 sampai 10.000 jiwa tidak membutuhkan relokasi akan tetapi membutuhkan solusi untuk tetap hidup merdeka di negeri sendiri, maka negara dan pemerintah harus hadir memfasilitasi untuk kepentingan anak negeri, bukan menggusur atas nama kepentingan investasi, pertanyaanya adalah apakah negara dan pemerintah menjadi bagian dari neo kolonialisme dan neo imperialisme itu sendiri dibalik modus investasi?” Papar Bung Yusuf.
Khusus kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto, “wahai jenderal, apabila masyarakat adat ulayat penghuni asli suku pedalaman yang ada di pulau Rembang belum memiliki sertifikat sebagai tanda bukti kepemilikan, maka negara harus hadir memfasilitasi rakyatnya untuk mendapatkan hak sepenuhnya dan kemerdekaan sepenuhnya dalam menempati lokasi yang sudah mereka miliki dan huni secara adat sejak ratusan tahun yang lalu, posisi pemerintah tidak boleh memposisikan diri sebagai penjajah rakyat, maka bapak menteri ATR BPN harus jelas dan tegas, dimana posisi mu, menjadi bagian kolonialisme kepentingan investasi yang terkesan tidak sama sekali membela kepentingan rakyat, atau untuk kepentingan rakyat indonesia” Tegas Bung Yusuf saat menyampaikan pesan khusus untuk Menteri ATR/BPN yang dalam statemennya di media bicara terkait sertifikat hak terkesan tidak pro rakyat penghuni tanah adat ulayat di pulau Rempang. (13/09)
Kepada Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, “Silakan investasi dikembangkan sebesar-besarnya tanpa harus menindas rakyat yang ada di sekitarnya, maka melestarikan kebudayaan dan menjaga adat istiadat nenek moyang leluhur yang ada di pulau Rempang merupakan kewajiban pemerintah untuk melindungi segenap warga negaranya maka dari itu penggusuran dan genosida Masyarakat adat ulayat pulau Rempang adalah bentuk Neo Kolonialisme dan Neo imperialisme baru yang difasilitasi negara dan pemerintah untuk menjajah rakyatnya sendiri, bukan soal sosialisasi juga bukan solusi dalam bentuk relokasi, rakyat harus merdeka di negeri sendiri” Tegas Bung Yusuf.
Medesak Kepada Presiden RI Joko Widodo Sebagai Kepala Negara sekaligus Sebagai Kepala Pemerintahan dan Panglima Tertinggi.
- Nasionalisasi Aset Negara
- Hentikan Ekplorasi Dan Eksploitasi Kekayaan Alam Indonesia yang dilakukan oleh perusahaan dan investor asing di seluruh Indonesia.
- Hentikan Proyek Pulau Rempang Eco-City
- Tarik semua personil TNI POLRI dari Pulau Rempang yang sudah memicu pelanggaran HAM Berat.
- Fasilitasi dan Berikan Hak Milik Sepenuhnya tanah adat ulayat Pulau Rempang kepada masyarakat adat.
- Desak KAPOLRI dan Panglima TNI mundur atau copot seluruh jajaranya yang terlibat pelanggaran HAM berat di Pulau Rempang.
- Copot seluruh jajaran Menteri yang terlibat dibalik pelanggaran HAM berat atas nama investasi.
- Hentikan perdagangan Pulau Pulau dan kekayaan alam Indonesia atas nama investasi.
- Ingat Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
Tragedi di Pulau Rempang menjadi catatan kolonialisme baru dalam konflik lahan yang menindas rakyat dengan kekerasan.