Sukoharjo | teliksandi.id – PC PMII SUKOHARJO gelar Diskusi Publik Pada hari ini, Selasa, 31 Desember 2024, dengan tema “Tahun Baru yang Abu-Abu: PPN Melejit, Rakyat Menjerit” berhasil digelar secara daring melalui platform Zoom Meeting.
Diskusi ini dihadiri oleh aktivis, mahasiswa, dan sahabat-sahabati pergerakan. Tujuan utama dari acara ini adalah untuk mendalami dan mengkritisi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), serta dampaknya terhadap perekonomian masyarakat.
Diskusi dimulai pada pukul 16.00 WIB dengan sambutan hangat dari moderator, Sahabati Kurnia Faizatul, yang juga merupakan pengurus PC PMII Sukoharjo. Dalam sambutannya, Kurnia Faizatul menyampaikan harapan agar diskusi ini dapat memberikan pencerahan mengenai kebijakan PPN 12% yang menuai banyak kontroversi.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menjadi landasan hukum kenaikan tarif PPN ini. Dalam UU tersebut, pemerintah diberikan fleksibilitas untuk menetapkan tarif PPN dalam rentang 5%-15%. Namun, keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif ke 12% mulai 1 Januari 2025 menimbulkan pertanyaan besar terkait keberpihakan kebijakan ini kepada rakyat kecil, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Narasumber dalam diskusi ini adalah Sahabat Ramadhan, Ketua Bidang Ekonomi & Investasi PB PMII. Dalam pemaparannya, Ramadhan menjelaskan berbagai dampak negatif dari kenaikan tarif PPN menjadi 12%, termasuk penurunan konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat.
Ia juga memaparkan data kajian yang menunjukkan bahwa kenaikan tarif ini dapat menurunkan konsumsi rumah tangga sebesar 0,37% dan mengurangi kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) hingga minus Rp79,71 triliun.
Selain itu, Sahabat Ramadhan menyoroti bahwa kelompok rentan, seperti buruh dan rumah tangga miskin, akan mengalami dampak yang sangat signifikan, dengan kenaikan pengeluaran bulanan sebesar Rp153.871 untuk kelompok rentan dan Rp354.293 untuk rumah tangga menengah, kebijakan ini dinilai semakin memperburuk ketimpangan sosial.
Sahabat Ramadhan juga menambahkan bahwa pemerintah sebenarnya memiliki ruang untuk menetapkan tarif yang lebih rendah, seperti 8% atau 10%, yang justru dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga dan kontribusi terhadap PDB, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU HPP.
Setelah pemaparan materi, acara dilanjutkan dengan sesi diskusi yang sangat dinamis. Salah satu momen yang paling menarik perhatian adalah saat Bakti Satria Putra mengajukan dua pertanyaan kritis:
- Terkait dengan kenaikan PPN 12%, apakah ini sama dengan kenaikan PPN 11% pada tahun 2022 yang berdampak pada isu kenaikan BBM, minyak, sembako, dan kebutuhan pokok lainnya? Bagaimana kebijakan ini dapat mempengaruhi daya beli masyarakat secara lebih luas?
- Jika berkaca pada rekomendasi kajian PB PMII yang belum ada pernyataan untuk menolak kebijakan ini, maka kami mempertanyakan kejelasan sikap dari PB PMII. Apakah PB PMII akan segera mengeluarkan instruksi perlawanan terhadap kebijakan kenaikan PPN 12% yang jelas-jelas membuat rakyat menjerit ini?
Pertanyaan-pertanyaan ini menggugah kesadaran dan memicu diskusi yang lebih mendalam mengenai kebijakan PPN serta menantang sikap tegas dari PB PMII dalam merespons kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat. Pertanyaan tersebut akan dipertimbangkan untuk dibawa dalam forum diskusi Pengurus Besar PB PMII.
Sebagai penutup diskusi, Muhammad Azkal Abid, selaku Ketua Umum Cabang PMII Sukoharjo, menyampaikan closing statement yang menegaskan pentingnya perjuangan bersama dalam menghadapi kebijakan yang dinilai tidak pro-rakyat. Azkal menyampaikan, “Kita harus mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan PPN 12% ini, atau bahkan membatalkannya melalui Perppu. Kebijakan ini perlu ditinjau ulang agar tidak memberatkan rakyat kecil yang sudah kesulitan menghadapi tekanan ekonomi.” Paparnya.
Diskusi publik ini diakhiri dengan sesi foto bersama secara daring sebagai simbol solidaritas dan semangat bersama dalam mengkritisi kebijakan PPN 12%. Diskusi ini juga menghasilkan rekomendasi untuk pemerintah agar mengkaji ulang kebijakan PPN dan mempertimbangkan langkah-langkah yang lebih berpihak pada kesejahteraan masyarakat.
Acara ini berhasil menjadi forum diskusi yang konstruktif, dengan harapan dapat memberikan masukan berharga bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat dan sejalan dengan prinsip keadilan sosial di tengah tantangan ekonomi yang semakin berat. (Red/Andong)