Oleh : Agus Yusuf Ahmadi
OPINI | TELIKSANDI.ID – Arah Kebijakan Pembangunan Ekonomi Dari Prespektif Syariah, mengacu dalam regulasi ekonomi syariah mengarah kepada sebuah rekonstruksi pratek secara teknis amaliyah ekonomi syariah terhadap masyarakat umum, maka pemerintah berperan sebagai fasilitator dengan cara memfasilitasi sarana sektor usaha yang konpetitif dan baik, juga penataan pengembangan dan transaksi ekonomi yang merata.
Disinilah peranan pemerintah sebagai sarana pengembangan ekonomi syariah guna memperluas kepercayaan masyarakat bahwa praktik usaha dan bisnis secara Syariah memberikan jaminan perlindungan pelaku usaha, juga lembabaga syariah yang bersentuhan langsung dengan nasabah.
Pendampingan pelaku bisnis secara syariah tidak terlepas dari Jaminan perlindungan hukum pemerintah dalam pelaksaan bisnis syariah juga menjadi faktor utama lembaga keuangan syariah secara lebih luas mampu memberika kepercayaan terhadap masyarkat bahwa pembangunan ekonomi syariah adalah sebuah solusi guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan umat duania ahirat.
Indikator Kesejahteraan Islami, merupakan proses spiritual menuju kesejahteraan dunia ahirat dan pemerataan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, dan harus mencakup etika moral serta nilai-nilai spiritual yang berpengaruh dalam amal menuju kesejahteraan sosial yang nyata.
Kesejahteraan yang menyeluruh dilapisan masyarakat serta seimbang secara materi spiritual, secara personal dan sosial merata. karena dalam islam kesejahteraan haruslah bertujuan kepada dunia dan ahirat, maka kesejahteraan secara duniawi untuk menggapai kehidupan ahirat yang abadi. Dunia hanyasebagai hanya menuju ahirat yang sesungguhnya.
Q.S. al-Qashash/28: 77. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”
Duniawi dan harta benda hanyalah ujian semata, maka dengan amal kebaikan dan harta benda untuk menuju kehidupan ahirat yang abadi, juga kemakmuran sosial yang lebih luas dalam kedihupan sosial masyarakat, maka secara moral dan spiritual haruslah di jaga dengan baik.
Konsep Zakat Penghasilan Sebagai Instrumen Retribusi Dalam Perekonomian Syariah, maka Zakat penghasilan atau zakat profesi menjadi bagian dari zakat mal yang wajib dikeluarkan dari harta yang berasal dari penghasilan rutin dari pekerjaan yang tidak melanggar syariah, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan, penghasilan yang dimaksud ialah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lainnya yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin. Nishab zakat penghasilan sebesar 85 gram emas per tahun atau zakat penghasilan dapat ditunaikan setiap bulan dengan nilai nishab perbulannya dengan kadar zakat penghasilan senilai 2,5%.
Zakat penghasilan sangat cocok menjadi salah satu instrumen membangun umat dengan konsep ekonomi syariah, Konsep zakat bisa menjadi sarana berkesinambungan untuk membanguan kesadaran menjadi tatanan ekonomi umat mencapai kesejahteraan yang merata menuju kemulyaan hidup dunia ahirat yang dilandasi nilai-nilai alqur’an dan sunnah.
Surah at-Taubah Ayat: 103, “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentetraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
Maka lembaga yang bergerak sebagai pengelolaan retribusi zakat penghasilan haruslah mampu mendiatribus secara adil dan menyeluruh agar um terhindar dari kesenjangan sosial.
zakat adalah rukun islam yang ke tiga, mengambil zakat adalah perintah Allah. SWT dalam islam zakat dijadikan sarana untuk pertumbuhan perekonomian menempatkanya sebagai instrumen utama dalam pertumbuhan ekonomi umat, zakat dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar umat, zakat pengasilan bisa menjadi penyokong permodalan dalam sirkulasi perekonomian syariah yang secara langsung lembaga keuangan syatish yang mengelola zakat memberikan sarana serta fasilitas pertumbukan ekonomi dari hulu ke hilir serta membuka seluas-luasnya permodalan dan pendampingan secara langsung.
Maka peranan lembaga zakat besar harapan dapat membantu pendistribusian kekayaan diantara masyarakat dan juga mencegah akumulasi kekayaan ditangan segelintir orang guna menghindari kesenjangan sosial, maka zakat penghasilan haruslah haruslah berperan sebagai penyeimbng menjadi modal distribusi usaha antara masyarakat muslim guna meningkatkan sirkulasi ekonomi umat.
Instrumen retribusi dengan dana zakat penghasilan dapat membantu memobilisasi menjadi sumberdaya yang tepat sasaran diberikan kepada yang benar-benar berhak menerima zakat, dengan zakat itulah kapasitas produksi dan konsumsi komunitas umat islam dan meningkat dengan pesat.C
CIBEST Quadrant dan Tipologi Kaum Dhuafa’, CIBEST menjadi metodelogi perhitungan kemiskinan menuju arah kesejahteraan yang didasarkan pada kemampuan pemenuhan kebutuhan material dan spiritual. Pemenuhan kebutuhan dasar spiritual didasarkan pada lima variabel, yaitu pelaksanaan shalat, puasa, zakat, pendidikan keluarga dan kebijakan pemerintah.
Pemenuhan kebutuhan spiritual dapat dilihat dari shalat, puasa dan zakat karena ibadah-ibadah tersebut merupakan kewajiban yang wajib dilksanakan menjadi dasar bagi setiap muslim. dan apabila pemenuhan kebutuhan spiritual ini tidak terlaksana dalam suatu keluarga akan menjadi tolak ukur penilaian kwalitas keimanan secara individu maupun keluarga.
Kebutuhan material dimulai dari survey kebutuhan minimal keluarga atau rumah tangga, minimal pada lima jenis kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Lingkungan keluarga sangat pentin perananya dalam membangun lingkungan yang kondusif dalam memenuhi kebutuhan spiritual serta mentalita, karakter dan akhlaqulkarim.
Memodifikasi garis kemiskinan dari standar individu menjadi standar rumah tangga atau keluarga. Modifikasi ini diperoleh dari hasil perkalian antara garis kemiskinan per kapita per bulan dengan rata-rata besaran ukuran per keluarga, dimana rata-rata besaran ukuran keluarga dihitung dengan membagi jumlah total penduduk dengan jumlah rumah tangga di suatu wilayah penduduk yang diobservasi denga data yang falid. Selanjutnya menggunakan standar nishab, atau pendapatan minimal yang terkena kewajiban zakat.a
Yng menjadi isu pokok dalam model ini adalah, bagaimana menetapkan standar kebutuhan material dan kebutuhan spiritual ini, sehingga memudahkan kita dalam menganalisis apakah suatu keluarga atau rumah tangga masuk ke dalam kelompok keluarga sejahtera, keluarga miskin material, keluarga miskin spiritual, maupun keluarga miskin absolut.
Disinilah peranan tugas pemerintah yang wajib memberikan rasa aman, tentram, damai, kondusif, kepada masyarakat dalam menjalankan ibadahnya tanpa harus disertai kekhawatiran akan munculnya tindakan represif kepada mereka yang mencoba taat beragama. Selain itu, pemerintah juga bertugas untuk menjaga agar jangan sampai terjadi upaya untuk menistakan dan melecehkan ajaran agama sehingga berpotensi menciptakan konflik sosial yang bersifat destruktif. Karena itu, persepsi keluarga terhadap peran pemerintah dalam memberikan suasana aman beribadah merupakan hal yang layak untuk dicermati karena bisa memengaruhi kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya.
Kemudian dhuafa merupakan sebuah istilah sebutan secara umum yang menunjukan sebuah realitas kondisi individu, keluarga, ataupun golongan masyarakat, yang secara sosial ekonomi kurang mampu, atu biasa kita sebut miskin, sengsara, tertindas, menderita.
Dhuafa karena sistem, dalam hal ini dhuafa tersebut memiliki kemampuan dan semangat kerja tinggi akan tetapi tetap miskin dikarenakan sebuah negara atau pemerintahan kurang mampu memberikan fasilitas dan pengendalian perkembangan ekonomi di suatu negara.
dhuafa selanjutnya adalah yang memiliki kemampuan kurang kemauan tindakan akan tetapi tidak mengambil sebuah kesempatan tersebut untuk merubah pola kehidupanya, di sebuah negara berkembang atau maju biasanya dhuafa seperti ini terlalu malas, ataupun gengsi dalam menjalankan aktifitas perekonomian untuk menompang kebutuhan material dan spiritualitas.
Dhuafa kurang kemampuan tapi mekiliki kemauan untuk bekerja, biasanya tipe ini adalah kurangnya ilmu yang dimiliki ataupun ketrampilan tidak mumpuni, juga faktor pendidikan yang rendah, dalam halnin biasanya sesorang lebih mengedepankan okol nya dibandingkan akalnya dikarenakan skil dan pengalamanya kyrang, juga motifasi dari keluarga yang mempengaruhi mentalitas individu. (Red)