ΤOPINI | TELIKSANDI.ID – Pemerintah juga harus memberi Pengampunan kepada Tersangka Ujaran Kebencian sebagaimana Pemerintah memberi Pengampunan kepada Narapidana atas nama Kemanusiaanm
Menanggapi pernyataan Menteri Hukum dan HAM yang menyatakan “hanya orang tumpul Rasa Kemanusiaan yang tidak terima”, Dhony Fajar Fauzi, S.H., M.H Direktur LBH SAPU JAGAD akhirnya buka suara.
“Manusia itu tempatnya salah dan khilaf, jadi jika ada Pejabat Negara yang membuat regulasi yang ternyata berdampak negatif terhadap masyarakat, janganlah membuat pernyataan yang tujuannya untuk membela diri, karena pembelaan diri dari seorang Menteri yang notabene Pejabat Publik dapat menciptakan pro dan kontra yang berpotensi memecah belah masyarakat”. ujar Dhony Fajar.
Dhony juga menjelaskan, Tugas Pokok dan Fungsi Kementerian sudah sangat jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008, yang secara garis besar menyebut Negara memberikan kewenangan kepada Kementerian untuk membuat rumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan, serta pengawasan atas pelaksanaan kebijakan tersebut. sambungnya.
“Dari kewenangan tersebut dapat kita tarik analogi bahwa pengawasan kebijakan adalah bagian dari evaluasi kinerja, yang menjadi rujukan berhasil atau gagalnya rumusan yang dibuat oleh Kementerian tersebut, namun yang terjadi saat ini Yasonna Laoly justru lebih menonjolkan pembelaan diri atas dampak kebijakan yang dia buat, dan ironisnya tidak ada satupun Undang-Undang tentang Kementerian yang mencantumkan Kementerian berhak untuk membela diri atas kebijakan yang menjadikan kegaduhan ditengah masyarakat” jelas Dhony juga mengemban amanah sebagai Wakil Direktur II Pusbakum DPP Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia.
“Jika Yasonna Laoly memberikan stempel kepada Masyarakat yang tidak sepaham dengan kebijakannya tersebut dianggap sebagai orang yang tumpul rasa kemanusiaan, maka dia harus konsisten dengan kebijakan yang dibuatnya dengan mengesampingkan pula perkara tindak pidana ujaran kebencian, karena benci, cinta, sedih, dan bahagia adalah hak asasi Manusia, dan setiap orang berbeda-beda dalam mengekspresikan rasa tersebut, dan rasa tersebut hanya bisa tercipta atas sebab akibat, seperti halnya seseorang mencuri karena lapar, sesorang membunuh karena sakit hati, pasti akan ada alasan yang mendasari sebuah kejahatan itu terjadi, oleh karena itu beri pengampunan orang-orang yang dijadikan tersangka tindak pidana ujaran kebencian, cukup diberi pembinaan sebagai bentuk hukuman” Tegasnya.
Menurut Dhony, jika para tersangka ujaran kebencian tetap diproses secara hukum dan dipenjarakan, dan di waktu yang sama narapidana tindak pidana pencurian, pembunuhan, dan tindak pidana lainnya mendapatkan pengampunan, maka tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan gelombang pemikiran jika ternyata penjara dikosongkan untuk dipersiapkan bagi para pengkritik kinerja Pemerintah khususnya dalam menangani covid-19, yang kritik tersebut akan ditafsirkan sebagai ujaran kebencian. Pungkas Dhony Fajar, Ketua DPC Kongres Advokat Indonesia Kota Surakarta. (Red)