JAKARTA | TELIKSANDI.ID – Pengurus Besar Himpunan mahasiswa Islam (PB HMI) mengingatkan Pemerintah dan Dewan perwakilan rakyat (DPR) akan potensi aksi penolakan Mahasiswa secara masif terhadap pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law jika isi draf RUU tersebut tidak diproses secara transparan dan mengabaikan kepentingan tenaga kerja Indonesia.
“Kontroversial RUU Omnibus Law yang serba tertutup ini berpotensi akan menuai aksi penolakan serius secara masif dari teman-teman mahasiswa di seluruh Indonesia, jika pemerintah dan DPR memaksakan diri untuk mengesahkan RUU Bus omni ini tanpa melibatkan pubik dan dibahas secara tanpa seksama”, ungkap wakil bendahara umum PB HMI Sadam Syarif di kompleks DPR/MPR RI Jakarta pada Senin (24/02/2020).
Menurutnya, sangat beralasan jika pemerintah terlihat panik dan tidak terbuka dengan isi draf RUU Omni bus law ini, sebab terdapat banyak poin kontroversial yang patut dikoreksi publik, di samping penegasian RUU sapu jagad ini terutama terhadap hak-hak buruh dan lingkungan hidup demi kehadiran investor asing, arogansi pasal 170 RUU ini dinilai berpotensi kembali membawa bangsa ini ke era demokrasi terpimpin 6 dekade yanf lalu.
“Bagi kami ketimpangan konstitusi ini merupakan penyerangan serius terhadap demokrasi, harga diri bangsa dan masa depan lingkungan hidup Indonesia” terang Sadam.
“Parahnya lagi, menurut informasi Ombusdman RI, anggota tim penyusun draf RUU tersebut diminta untuk menandatangani surat persetujuan untuk merahasiakan materi dan draf aturan sapu jagat itu”, jelas Sadam.
Terhadap pemerintah dan DPR, tegasnya, Perlu kami ingatkan bahwa, Milenial Indonesia hari ini sudah sangat sadar akan kelestarian lingkungan hidup dan memilki sensitivitas sosial yang tinggi terhadap kehidupan kaum buruh dan tani yang terdampak RUU ini.
Di sisi lain, urai Sadam, diberikannya kesempatan kerja bagi tenaga kerja asing di Indonesia justru menimbulkan kecemburuan sosial bagi sarjana-sarjana muda (fresh graduate) yang belum mendapatkan pekerjaan yang layak.
“Singkatnya, kecenderungan RUU Omnibus Law ini justru lebih berpihak kepada para taipan dan pengusaha besar asing, bukan berimbas pada peningkatan kualitas ekonomi masyarakat”, tegasnya.
Meskipun mahasiswa tengah skeptis dengan kinerja DPR, terang Sadam, kami tetap masih menaruh harapan dan dengan segala kerendahan hati meminta dengan sangat kepada DPR agar tidak grasa-grusu dalam membahas dan kemudian mengesahkan isi daripada draf RUU tersebut.
“DPR tidak boleh terburu-buru apalagi merasa ditekan dengan deadline waktu 100 hari dari pemerintah, atau produk UU ini akan bernasib sama dengan revisi UU KPK yang sudah bisa kita rasakan dampak buruknya hari ini”, tutup Sadam. (Red/MGA)
Redaksi : Media Group AWPI