TELIKSANDI
NEWS TICKER

Semangat Toleransi Beragama di Kampung Lereng Lawu

Rabu, 2 November 2022 | 2:00 pm
Reporter:
Posted by: admin
Dibaca: 245

Karanganyar | Teliksandi.id – Suasana yang dingin dan asri khas pegunungan seolah menyambut orang-orang yang berkunjung ke kampung ini. Di kawasan ini pula, sebuah bendungan yang menjadi proyek strategis nasional sedang dibangun.

Sore itu, pendeta Daniel dan istrinya, pendeta Tabita, Mereka mendiami sebuah Gereja Kristen Protestan di Dusun Kangsi, Desa Karangsari, Jatiyoso.
Di dalam gereja terlihat sejumlah pemuda tengah bermain musik. Mereka sedang gladi bersih untuk pelaksanaan ibadah rutin saban Minggu.

“Saya merasa di sini tingkat kedewasaan masyarakat itu tinggi. Toleransinya kepada kami minoritas luar biasa baiknya. Kami merasa ada yang melindungi di sini,” kata Daniel, membuka perbincangan.

Dia menceritakan selama puluhan tahun menghuni kawasan itu tak ada satupun perlakuan diskriminasi. Meski berbeda keyakinan, masyarakat menerima dengan penuh toleransi. “Bahkan, kami pun dizinkan mendirikan gereja. Dalam kegiatan masyarakat, kami diajak bersama-sama gotong royong dalam kegiatan kemasyarakatan,” ujar dia.

Dusun Kangsi seolah menjadi miniatur Indonesia. Di dalam ada banyak orang dengan beragam latar belakang sosial, ekonomi, agama, dan kepercayaan. Semuanya hidup rukun.

Semangat kerukunan ini tercermin dalam salah satu agenda mislanya pengobatan gratis yang digelar gereka. Acara itu juga didukung warga lain di luar gereja.

Saat Natal, Daniel mengundang warga bersilaturahmi seusai ibadah. Warga sekitar disambut dengan aneka jamuan makan dan obrolan yang hangat.
“Masyarakat ada yang membantu keamanan dan ketertiban, sampai parkir pun juga dibantu. Itu merupakan sebuah wujud toleransi yang sebenarnya kami rasakan,” terang Daniel.

Peran Tokoh Agama Menurut Daniel, toleransi yang terbangun itu tak lepas dari peran tokoh-tokoh masyarakat yang ingin menyatukan perbedaan dalam bingkai kemasyarakatan yang harmonis.
Upaya ini diperkuat melalui dialog dan sinergisme antartokoh agama dan masyarakat di Jatiyoso.

“Melalui duduk bersama dan komunikasi dari tokoh-tokoh masyarakat dan tidak terlepas dari upaya yang sudah dulu mengawali menjalin hubungan baik dengan mempersatukan masyarakat yang berbeda keyakinan agar saling hidup rukun dalam bingkai kemasyarakatan,” sambung dia.

Camat Jatiyoso, Heru Joko Sulistyono, mengatakan pemerintah ikut terbantu dengan upaya toleransi yang sudah terbangun antarmasyarakat.

“Agar kerukunan antarumat beragama ini terus terjalin hingga generasi selanjutnya, maka salah satu upaya kami adalah memberikan sosialisasi akan pentingnya toleransi,” kata dia, saat ditemui.

Pemerintah juga membentuk sukarelawan kemanusiaan sebagai sarana untuk mempersatukan perbedaan antarumat beragama dan berkeyakinan. “[Suka]Relawan jatiyoso dibentuk untuk mempersatukan mereka adalah dalam bingkai kemanusian,” tutur Heru.

Selain itu, pemerintah juga hadir saat momentum ibadah maupun perayaan agama dan kepercayaan. Pemerintah menjamin keamanan dan kenyamanan umat beragama dan berkeyakinan.
“Kami bersama-sama, berbagi tugas untuk diterjunkan titik-titik perayaan ibadah, baik Natal, Idulfitri, maupun perayaan keagamaan lainnya,” sambung dia.

Harmonisasi kehidupan di Karangsari juga disampaikan Kepala Dusun Kangsi, Hartono. Di dusun itu ada sekitar 1.200 penduduk dengan latar agama heterogen. Menariknya, mereka semua bisa hidup rukun.

“Berbeda agama bukan menjadi sebuah penghalang dalam kerukunan dan persatuan. Yang kami utamakan adalah masyarakat yang harmonis,” kata Hartono, yang juga aktif dalam organisasi Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Karanganyar tersebut.

Selain Islam dan Kristen, di Dusun kangsi ada sedikitnya 5 orang penganut aliran kepercayaan. Semua tokoh agama yang berbeda-beda saling berkoordinasi dan berkomunikasi ketika akan melaksanankan kegiatan ibadah.

Saat Natal, misalnya, umat Nasrani beribadah di gereja, sementara umat agama lainnya turut menjaga keamanan dan kenyamanan jalannya ibadah.
“Jadi kami diundang dan datang tidak untuk bribadah tapi untuk kemasyarakatan yang diadakan pihak gereja. Ketika pas acara peribadatan yang diterjunkan di situ adalah anggota Polri dan TNI bersama Banser dan elemen masyarakat lainnya,” ujarnya.

Sebaliknya, ketika momen Hari Raya Idulfitri, giliran dari pemeluk non-muslim, yang ikut menjaga acara. “Setelah salat, kami saling berjabat tangan, ramah tamah merayakan Idhul fitri bersama dan bahagia,” terang Hartono.

Kunci Toleransi: Kehidupan harmonis dengan latar masyarakat beragam yang ada di Jatiyoso menjadi contoh baik perilaku toleransi dalam beragama dan berkeyakinan.

Pengajar mata kuliah Wawasan Moderasi Beragama Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta, Rosidi mengatakan pengakuan atas Hak Asasi Manusia adalah kunci utama terwujudnya toleransi ini.

“Kita harus mengakui keberlangsungan kehidupan manusia yang heterogen baik agama, suku, bahasa maupun bangsa itu bisa terjamin salah satunya dengan sikap toleran,” kata dia.

Toleransi itu dibangun tanpa meninggalkan akidah masing-masing, tapi memiliki tujuan yang sama. “Ikut membangun bangsa ini dengan kebersamaan,” imbuh dia.

Pria yang juga Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Karanganyar itu menerangkan kerukunan umat beragama dapat terwujud ditentukan oleh dua faktor.
Pertama, sikap dan perilaku masing-masing umat beragama sendiri. Kedua, kebijakan negara atau pemerintah yang kondusif bagi kerukunan.

“Pemerintah harus hadir dengan perannya sebagai pemersatu,” pungkas Ketua Forum Generasi Muda Lintas Agama (FORGIMALA) Karanganyar tersebut.

Senada dengan Rosidi, pegiat Paguyuban Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Jatiyoso, Taryanto menambahkan kunci kerukunan umat beragama dan keyakinan di Jatiyoso juga dibangun melalui pendidikan serta pemahaman agama yang benar.

Hal ini harus selaras dengan khasanah, adat, dan budaya setempat. Dengan demikian, hubungan yang harmonis ini tetap terjaga di tengah perbedaan pandangan agama dan kepercayaan.

Bagi Taryanto, toleransi harus dimulai dari diri sendiri. Kebebasan berkeyakinan dan beragama merupakan hak asasi manusia yang mutlak dalam kehidupan bermasyarakat bahkan bernegara, agar tercipta kehidupan yang harmonis damai tanpa permusuhan. (Tutik/Amin)

 

Sumber: NU Online Jateng.

Share this:

[addtoany]

Berita Lainnya

AWPI PERS GUARD - TELIKSANDI.ID